Ilmu pendidikan

 

Struktur Ilmu Pendidikan

 

    Upaya untuk mendidik anak memerlukan ilmu, demikian juga aktivitas belajar, pasti perlu ilmu. Tanpa ilmu yang memadai, maka aktivitas mendidik dan belajar akan tidak terarah, tidak teratur, tidak sistematis. Ilmu pada dasarnya merupakan hasil pergulatan pemikiran atau penalaran logis terhadap fenomena tertentu. Ilmu masyarakat misalnya, atau yang familier disebut dengan istilah Sosiologi, juga merupakan hasil penalaran logis terhadap fenomena masyarakat, misalnya keragaman, konflik, kelas sosial, perubahan sosial, dan sejenisnya. Demikian juga dengan ilmu lainnya, termasuk ilmu pendidikan. 


    Ilmu pendidikan dengan demikian juga merupakan hasil penalaran terhadap fenomena tertentu, yaitu fenomena belajar dan mendidik manusia menjadi lebih baik. Tiap ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki struktur. Ibarat sebuah bangunan, ilmu pengetahuan memiliki fondasi, tiang, ruang, dan atap. Ibarat pohon, ilmu pengetahuan memiliki akar, batang, ranting, daun, dan buah. Struktur tiap ilmu pengetahuan pada dasarnya sama, hal yang membedakan adalah jenis ilmu pengetahuan itu sendiri. Struktur ilmu pengetahuan juga menunjukkan bahwa sebuah ilmu pengetahuan memiliki substansi dan hal-hal yang menopang keberadaannya untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan, sebagaimana pohon misalnya, keberadaannya memiliki substansi untuk disebut sebagai pohon, misalnya ada akar, batang, ranting, daun, dan buah.


Tapi ilmu pendidikanlebih kompleks dibanding sebuah pohon. Ilmu pendidikan memiliki struktur yang menunjukkan bahwa dirinya merupakan ilmu pengetahuan karena memenuhi beberapa syarat atau kriteria untuk disebut sebagai ilmu pengetahuan. Syarat-syarat tersebut yaitu 

  • Memiliki objek kajian yang jelas
  • Memenuhi kriteria kebenaran ilmiah yang jelas
  • Pengembangannya memenuhi kaidah pengembangan ilmu pengetahuan ilmiah yang jelas
  • Menghasilkan produk keilmuan yang jelas

Keempat syarat tersebut pada dasarnya merupakan syarat sesuatu hal dapat disebut sebagai ilmu pengetahuan secara umum, tidak hanya untuk ilmu pendidikan saja. Tidak semua syarat tersebut akan dibahas di topik ini, karena beberapa syarat tersebut membutuhkan penjelasan yang lebih panjang. Topik ini fokus pada syarat pertama, yaitu “memiliki objek kajian yang jelas”.


Objek kajian ilmu pendidikan adalah manusia yang belajar

    Objek ini dapat dibedakan dengan objek ilmu pengetahuan lain yang sama-sama menjadikan manusia sebagai objek, misalnya Psikologi dan sosiologi. Psikologi misalnya objek kajiannya adalah dimensi jiwa (psiche) dari manusia, sedangkan Sosiologi objek kajiannya adalah dimensi sosial atau kemasyarakatan dari manusia. Pendidikan objeknya adalah manusia yang belajar, oleh karena itu aktivitas belajar menjadi inti atau substansi dari pendidikan. Tak ada pendidikan tanpa aktivitas belajar dan semua hal yang dikaji dan dikembangkan dalam ilmu pendidikan pasti terkait dengan aktivitas belajar. Nah, apa yang dimaksud dengan aktivitas belajar.

Pada dasarnya belajar merupakan aktivitas manusia dalam meningkatkan kemampuan dirinya jadi lebih baik. Baik kemampuan dalam memahami sesuai, melakukan sesuatu, menjiwai sesuatu, atau bahkan merasakan sesuatu. Orang yang ingin dapat memasak masakan yang enak misalnya, ia perlu belajar memahami jenis masakan, bahan-bahannya, cara memasaknya, dan merasakan rasa masakan. 

Setidaknya terdapat 3 (tiga) ranah yang menjadi objek sasaran peningkatan kapasitas, yaitu :

  • Kognitif
Ranah atau aspek kognitif berkaitan dengan pengetahuan manusia, afektif berkaitan dengan ranah perasaan, dan psikomotorik terkait dengan kemampuan gerak fisik manusia. Pada contoh orang yang belajar memasak, maka upaya memahami ragam masakan, nama-nama menu, nama-nama sayur, buah, daging, dengan berbagai karakternya merupakan upaya meningkatkan pemahaman dalam ranah kognitif.
  • Afektif
Ranah afektif diwakili oleh upaya belajar memasak untuk membahagiakan keluarga. Jika sebagai chef di restoran, maka ranah afektif mewujud dalam perilaku profesional memasak untuk memuaskan pelanggan.
  • Psikomotorik

Upaya untuk belajar menggerakkan tangan secara presisi ketika mengaduk bahan masakan, menata bahan-bahan di meja dapur, atau bahkan membersihkan piring, gelas, dan menatanya merupakan upaya meningkatkan kemampuan melakukan sesuatu dalam ranah psikomotorik. 



Pada dasarnya ketiga ranah tersebut tak terpisahkan satu sama lain. Pembagian menjadi tiga ranah tersebut hanya untuk memudahkan dalam kajian ilmiah saja. Belajar menulis artikel, cerita pendek, atau novel misalnya pada dasarnya bukan semata-mata hanya meningkatkan kemampuan kognitif saja. Melainkan juga afektif, karena melibatkan perasaan, emosi, dan perilaku atau kebiasaan baik untuk dapat menjadi penulis yang baik. Contoh lain yang terkait, kita ketika membaca artikel maupun cerita pendek misalnya juga tidak semata-mata hanya upaya meningkatkan pemahaman kita mengenai isi artikel atau cerita pendek, melainkan pasti mengolah emosi dan perasaan kita. Oleh karena itu, tidak tepat jika dalam rancangan pembelajaran (silabus, lesson plan) acuan capaian pembelajaran yang diharapkan hendak dicapai oleh siswa dirumuskan secara terpisah antara ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pemisahan tersebut menyulitkan guru di kelas untuk menilai hasil belajar siswa.



Berikutnya, upaya untuk memfasilitasi aktivitas belajar pada akhirnya menghasilkan berbagai elemen pendidikan, antara lain harus ada dasar dan tujuan belajar yang jelas, harus ada pihak yang belajar yang jelas (siswa, murid, pelajar), harus ada materi yang tepat dan jelas untuk mewujudkan tujuan tersebut, harus ada pihak yang mendampingi aktivitas belajar (bisa guru, tutor, fasilitator, coach), harus ada sarana atau sumber belajar penunjang aktivitas belajar, harus ada cara untuk mengetahui capaian pembelajaran (penilaian/assessment dan evaluasi), pembelajaran juga harus dikelola dengan baik melalui tata kelola dan kebijakan pendidikan (education policy). Aktivitas belajar dan pendidikan dengan demikian merupakan satu sistem yang terpadu. Semua elemen tersebut hadir dengan posisi dan peran masing-masing, namun semuanya ada untuk tujuan yang sama, yaitu menunjang tercapainya tujuan belajar.

 

Menurut saya, aktivitas belajar yang paling menyenangkan Ketika seorang pengajar dapat menyampaikan materi dengan baik serta membantu peserta didik dalam memahami materi tersebut, kemudian memberi kesempatan untuk meningkatkan keterampilan dalam mata pelajaran tersebut. Bukan hanya sekedar penilaian praktek, karena dengan pengajar membimbing peserta didik selama proses, akan lebih memacu semangat peserta didik dalam meningkatkan keterampilannya. Bukan hanya berpatokan pada nilai

Contoh Ketika belajar bilogi, diajarkan teori kemudian mempraktikkannya di laboratorium, maupun terjun ke lingkungan sekitar / outdoor untuk mengobservasi langsung.

Ketika belajar sosiologi pun juga tahap pertama yakni menguasai teori-teori, kemudian melakukan sebuah project berupa kita mengobservasi langsung fenomena-fenomena sosial di lingkungan kita secara nyata.


Aktivitas belajar tersebut menurut saya sangatlah penting. Karena belajar tidak melulu soal teori. Belajar memang dituntut untuk memahami teori dengan mendalam, namun pembelajaran akan sangat optimal bila didukung dengan keterampilan anak yang turut di asah. Sehingga kombinasi aktivitas belajar yang melibatkan kognitif, afektif, serta psikomotoris sangatlah penting karena juga dapat menimbulkan minat belajar peserta didik serta menghilangkan kejenuhan dalam tahap penguasaan materi.

Comments

Popular Posts